7.12.07

Kiat Nabi Muhammad SAW Membangun Masyarakat Madani

WASPADA Online

Oleh Achyar Zein

Nabi Muhammad patut dijadikan sebagai referensi karena telah berhasil meletakkan dasar-dasar pembangunan masyarakat madani. Dasar-dasar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ini tentu saja mengacu kepada skala prioritas sehingga terkesan bahwa kebijakannya tidak tumpang tindih.

Bangunan masyarakat madani yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ialah dengan menyelaraskan konsep ketuhanan dengan konsep kemanusiaan. Keduanya dilakukan secara seimbang sehingga antara satu dengan lainnya saling mempengaruhi dan menimbulkan satu kekuatan yang amat dahsyat.

Medan sebagai kota yang berhasrat untuk menuju masyarakat madani tentu saja sangat patut mengkaji langkah-langkah yang sudah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad. Meniru langkah-langkah dimaksud bukan dalam arti tekstual akan tetapi kemampuan menangkap kandungan nilai-nilai filosofisnya. Tulisan ini mencoba menguak sedikit kiat-kiat yang dilakukan oleh Nabi Muhammad.

Langkah-langkah Yang Dilakukan
Langkah yang pertama sekali dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam membangun masyarakat madani ialah melalui penanaman aqidah. Penanaman aqidah ini dimulai dari konsep memperkenalkan Tuhan baik esensi maupun eksistensi-Nya (al-ma'rifah) yang kemudian bergerak maju untuk mencintai-Nya (al-mahabbah). Ketika para sahabat sudah mengenal Tuhan dan mencintai-Nya dengan baik maka timbul hasrat untuk mengabdikan diri kepada Zat yang dicintai-Nya sehingga melalui pengabdian ini tidak ada yang merasa keberatan untuk melakukan perintah dan meninggalkan larangan-Nya.

Melalui penanaman aqidah dengan segala tahapan-tahapannya maka para sahabat memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menginternalisasi sifat-sifat Tuhan. Kemampuan internalisasi ini akhirnya menimbulkan perpaduan sikap yaitu moral dan motivasi yang dapat menciptakan hubungan yang harmonis baik secara vertikal maupun horizontal. Dengan demikian maka aqidah dalam konteks ini adalah aqidah yang sifatnya melangit dan aqidah yang sifatnya membumi.

Adapun yang dimaksud dengan aqidah yang melangit ialah mengenal akan esensi dan eksistensi Tuhan sehingga manusia memiliki kemampuan untuk menginternalisasi sifat-sifat Tuhan. Dan adapun yang dimaksud dengan aqidah yang membumi ialah menjewantahkan hubungan yang harmonis dengan Tuhan kepada sesama makhluk di muka bumi. Aqidah yang baik ialah adanya keselarasan antara hubungan baik dengan Tuhan dan hubungan baik dengan manusia dan oleh karena itu aqidah langit adalah sebagai sumber kontrol sedangkan aqidah bumi sumber motivasi.

Sebagai sumber kontrol dan sumber motivasi maka Nabi Muhammad sangat gencar mensosialisasikan aqidah karena diyakini sangat menentukan kemajuan budaya dan peradaban masyarakat. Hal ini terbukti dari keberhasilan Nabi Muhammad memobilisasi kemajuan masyarakatnya sehingga menjadi referensi bagi masyarakat lain dalam berbagai aspek. Bahkan tatanan masyarakat madani yang dinapaktilasi oleh Nabi Muhammad tetap melembaga dan bahkan semakin berkembang beberapa abad yang mencapai masa keemasannya pada masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid dari dinasti Abbasiyah.

Upaya yang tidak kalah pentingnya dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam menciptakan masyarakat yang madani ialah melalui motivasi ibadah. Ibadah yang dimaksud dalam konteks ini tidak hanya terfokus kepada ibadah mahdhah (ibadah yang hanya berkaitan dengan pengabdian kepada Tuhan) akan tetapi lebih didominasi oleh ibadah ghairu mahdhah (ibadah yang bernuansa kemanusiaan). Statementnya yang menyatakan bahwa setiap aktifitas yang mengatasnamakan nama Tuhan adalah ibadah dapat dijadikan sebagai argumen bahwa ibadah yang bernuansa kemanusiaan memiliki peran yang cukup besar dalam menciptakan masyarakat madani.

Terdapatnya beberapa kata kerja aktif yang digunakan al-Qur'an dalam menyebutkan ibadah menunjukkan bahwa ibadah tidak hanya sebatas kepuasan batin akan tetapi lebih jauh lagi terimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain bahwa tingkat keberhasilan suatu ibadah apabila dapat menampung persoalan umat dan hal ini dapat dijumpai dari tujuan akhir masing-masing ibadah seperti shalat, puasa dan lain-lain. Ibadah dalam wacana ini adalah ibadah yang disesuaikan melalui konsep ketuhanan dan konsep kemanusiaan.

Artinya bila suatu persoalan berkaitan dengan kemanusiaan maka hadapilah persoalan ini melalui ibadah kemanusiaan bukan dengan ibadah ketuhanan. Ketika manusia mendapat musibah di tempat lain seperti kejadian gempa dan tsunami di Aceh dan di Nias kemudian masyarakat di daerah lain menyambutnya dengan zikir, tabligh dan doa sama sekali tidak memiliki urgensi yang signifikan. Oleh karena itu musibah dalam konteks ini harus disahuti dengan ibadah kemanusiaan yaitu dengan memberikan bantuan material, moral dan kesehatan.

Ibadah yang bernuansa ketuhanan dan ibadah yang bernuansa kemanusiaan selalu di salah gunakan dalam konteks kehidupan. Penyalah gunaan ini selalu kita dapati ketika seseorang melakukan ibadah di tempat sunyi dan menjauh dari kehidupan sosial dengan alasan bahwa dengan melakukan ini maka yang bersangkutan telah mendapatkan ketenangan batin. Persefsi yang seperti ini terkesan keliru karena hanya mencari kepuasan pribadi sementara kehidupan masyarakat tidak tersentuh dan terkesan membiarkan mereka abadi di dalam keterpurukan.

Agaknya bukan seperti ini ciri masyarakat madani yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad karena mereka terus bergerak menata kehidupan sosial yang baik sehingga banyak di kalangan mereka yang dulunya berasal dari ekonomi lemah kemudian menjadi kaya. Perhatian para sahabat kepada anak-anak yatim, janda-janda dan orang-orang miskin inilah sebenarnya gambaran dari masyarakat madani. Mereka tidak pernah merasa puas dengan melakukan ibadah kepada Tuhan selama mereka masih mendapatkan suadaranya dalam kesusahan.

Nampaknya agak kontras dengan kehidupan sekarang dimana seseorang mampu dan tega melaksanakan ibadah haji puluhan kali sementara saudaranya sendiri masih perlu mendapatkan bantuan atau kita disibukkan membangun menara masjid yang indah sementara tatanan kehidupan masyarakat kita biarkan hancur berderai. Artinya, tauhid langit kita sudah cukup baik namun dari segi tauhid bumi masih perlu pembenahan-pembenahan sehingga keduanya berjalan secara sinergik.

Gambaran masyarakat madani yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya tidak seperti ini. Pembangunan yang hanya bersifat mercu suar hampir tidak pernah kita jumpai pada masanya namun antusias mereka membenahi kehidupan masyarakat sungguh luar biasa. Penggalangan dana melalui zakat, infaq dan sedekah sekaligus pembangunan baitul mal merupakan bukti antusiasnya mereka untuk memberdayakan masyarakatnya demikian juga memerdekakan para budak dan membantu orang-orang yang susah dan banyak lagi contoh-contoh lainnya.

Pernyataan Nabi Muhammad yang menampik kriteria taqwa yang siajukan oleh para sahabat seperti seseorang yang hanya shalat saja di masjid, seseorang yang terus-menerus melakukan puasa dan seseorang yang tidak mau menikah karena takut terganggu ibadahnya kepada Tuhan mencerminkan bahwa masyarakat madani bukanlah masyarakat yang hanya sibuk mengurusi hubungannya dengan Tuhan akan tetapi menyeimbangkan kesibukannya dengan mengurusi hubungan kemanusiaan. Bahkan Nabi Muhammad menunjuk dirinya sendiri sebagai orang yang paling taqwa namun dia shalat, puasa dan menikah tapi tidak lupa mengurusi persoalan umat.

Ciri lain dari masyarakat madani adalah kuatnya ikatan persaudaraan sehingga tercipta loyalitas yang sangat tinggi. Hal ini sudah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad dengan mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Statement yang menyebutkan bahwa semua manusia adalah sama kecuali di bidang ketaqwaan menggambarkan arti persaudaraan yang sesungguhnya. Begitu juga ketegasan terhadap kekafiran dan saling membagi kasih kepada sesama mukmin dapat dikategorikan sebagai salah satu ciri dari masyarakat yang madani.

Penutup
Pembangunan masyarakat madani yang dilakukan oleh Nabi Muhammad adalah menciptakan keserasian, kesinergikan, keseimbangan antara tauhid langit dengan tauhid bumi. Dengan demikian masyarakat madani adalah masyarakat yang memiliki pengabdian yang tinggi kepada Tuhan dan sekaligus memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi. Melalui kedua hal ini akan terciptalah kehidupan sosial yang harmonis sehingga keberadaan masyarakat merupakan satu kesatuan yang sangat utuh.

* Dosen Fak. Tarbiyah IAIN-SU

No comments: